Demo ’25 Agustus’ tolak tunjangan rumah anggota DPR ricuh, Dasco: Tunjangan Rp 50 juta hanya sampai Oktober tahun ini – BBC News Indonesia

## Demo Jakarta: Gas Air Mata dan Teriakan “Bubarkan DPR!” Menggema di Senayan

Gelombang protes atas tunjangan rumah anggota DPR senilai Rp50 juta per bulan berujung ricuh di Jakarta. Unjuk rasa yang dimulai Senin (25/08) di depan Gedung DPR berkembang menjadi bentrokan antara demonstran dan aparat kepolisian, diwarnai dengan gas air mata dan lemparan batu. Suasana tegang diwarnai teriakan lantang “Bubarkan DPR!” yang menggema di sekitar Senayan.

Kegeraman publik yang sebelumnya meledak di media sosial, akhirnya meluap ke jalanan. Demonstrasi yang diikuti berbagai elemen masyarakat, termasuk pelajar SMA yang beberapa di antaranya bahkan terlihat menerobos jalan tol, membuat situasi semakin memanas. Laporan menyebutkan polisi menembakkan gas air mata berkali-kali untuk membubarkan massa yang sebagian mencoba merangsek ke Gedung DPR hingga ke rel kereta api. Akibatnya, perjalanan KRL sempat terganggu.

Sejumlah pelajar dilaporkan ditangkap, dengan LBH Jakarta memperkirakan hingga 370 demonstran diamankan, sebanyak dua ratus di antaranya diduga anak di bawah umur. Laporan dari saksi mata menyebutkan adanya demonstran yang mengalami luka-luka.

Menanggapi demonstrasi yang penuh dinamika ini, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad akhirnya memberikan klarifikasi. Ia menegaskan tunjangan rumah tersebut hanya berlaku hingga Oktober 2025, dan dana tersebut akan digunakan untuk kontrak rumah selama lima tahun ke depan. Klarifikasi ini datang sehari setelah aksi unjuk rasa yang dipicu oleh ketidakpuasan publik terhadap kinerja DPR dan besaran tunjangan yang dianggap tidak pantas di tengah kesulitan ekonomi masyarakat.

Ketua DPR Puan Maharani mengimbau agar semua pihak menghormati proses penyampaian aspirasi, sementara Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima meminta aparat bertindak persuasif. Namun, suara-suara kecewa terus bergema, diwakili oleh testimoni mahasiswa, sopir ojek online, dan buruh pabrik yang turut serta dalam aksi, menunjukkan betapa permasalahan ini jauh dari selesai. Mereka menuntut perbaikan kinerja DPR dan keadilan ekonomi yang lebih merata. Aksi ini menunjukkan betapa sensitifnya isu tunjangan DPR dan bagaimana hal itu berdampak langsung pada persepsi publik terhadap kinerja lembaga perwakilan rakyat.